Tuesday, June 18, 2013

KURS dan JENIS-JENISNYA

     Kurs atau nilai tukar sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian hari, antara dua mata uang masing-masing negara atau wilayah. Dalam sistem pertukaran dinyatakan oleh yang pernyataan besaran jumlah unit yaitu "mata uang" (atau "harga mata uang" atau "sarian mata uang") yang dapat dibeli dari 1 penggalan "unit mata uang" (disebut pula sebagai "dasar mata uang"). sebagai contoh, dalam penggalan disebutkan bahwa kurs EUR-USD adalah 1,4320 (1,4320 USD per EUR) yang berarti bahwa penggalan mata uang adalah dalam USD dengan penggunaan penggalan nilai dasar tukar mata uang adalah EUR
                 Kurs merupakan sebuah kunci bagi suatu negara untuk bertransaksi dengan dunia luar. Sistem pembayaran yang dilakukan baik di dalam negeri maupun luar negeri mau tidak mau harus terikat dengan nilai tukar atau kurs. Sistem nilai tukar sendiri terdiri dari beberapa jenis, yaitu kurs tetap, mengambang bebas, dan mengambang terkendali. Lalu kurs apa yang pernah ditetapkan di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sebelumnya kita telusuri dulu makna dari masing masing kurs serta kelebihan dan kekurangannya.

 1. Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate)
  Kurs tetap merupakan sistem nilai tukar dimana pemegang otoritas moneter tertinggi suatu negara (Central Bank) menetapkan nilai tukar dalam negeri terhadap negara lain yang ditetapkan pada tingkat tertentu tanpa melihat aktivitas penawaran dan permintaan di pasar uang. Jika dalam perjalanannya penetapan kurs tetap mengalami masalah, misalnya terjadi fluktuasi penawaran maupun permintaan yang cukup tinggi maka pemerintah bisa mengendalikannya dengan membeli atau menjual kurs mata uang yang berada dalam devisa negara untuk menjaga agar nilai tukar stabil dan kembali ke kurs tetap nya. Dalam kur tetap ini, bank sentral melakukan intervensi aktif di pasar valas dalam penetapan nilai tukar.

 Keunggulan :
Kegiatan spekulasi di pasar uang semakin sempit.
Intervensi aktif pemerintah dalam mengatur nilai tukar sehingga tetap stabil.
Pemerintah memegang peranan penuh dalam pengawasan transaksi devisa.
Kepastian nilai tukar, sehingga perencanaan produksi sesuai dengan hasilnya.
 Kelemahan :
Cadangan devisa harus besar, untuk menyerap kelebihan dan kekurangan di pasar valas.
Kurang fleksibel terhadap perubahan global.
Penetapan kurs yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan mempengaruhi pasar ekspor impor.
 Penerapannya di Indonesia

 Sistem nilai tukar tetap pernah berlaku di Indonesia. Berdasarkan UU No.32 tahun 1964 ditetapkan bahwa nilai tukar Indonesia sebesar Rp. 250,-/US Dollar. Sedangkan nilai tukar Indonesia terhadap negara lainnya ditetapkan berdasarkan nilai tukar dollar terhadap negara tersebut sesuai dengan yang berlaku di pasar valuta asing Jakarta dan internasional. Dalam periode penetapan kurs tetap tersebut, Indonesia juga menetapakan peraturan sistim kontrol devisa yang ketat. Dalam sistim ini, tidak ada pembatasan kepemilikan, penjualan, maupun pembelian valas namun para eksportir wajib menjual devisanya kepada bak sentral. Sebagai dampak dari penetapan kurs tetap tersebut maka Bank Indonesia harus mampu memenuhi kebutuhan pasar valas bagi bank komersial maupun masyarakat.
 Dalam perjalanannya, Indonesia juga sempat mendevaluasi kurs tetapnya sebagai dampak dari overvaluated dan jika di biarkan akan mengancam aktivitas ekspor-impor. Pada tanggal 17 April 1970 Indonesia merubah kurs tetapnya dari posisi semula sebesar Rp. 250,-/US Dollar menjadi  Rp 378,-/US Dollar. Devaluasi yang kedua dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 1971 menjadi Rp 415,-/US Dollar dan yang ketiga pada tanggal 15 November 1978 dengan nilai tukar sebesar Rp 625,-/US Dollar

 2. Kurs Mengambang Terkendali (Managed Floating Exchange Rate)
 Penetapan kurs ini tidak sepenuhnya terjadi dari aktivitas pasar valuta. Dalam pasar ini masih ada campur tangan pemerintah melalui alat ekonomi moneter dan fiskal yang ada. Jadi dalam pasar valuta ini tidak murni berasal dari penawaran dan permintaan uang.

 Keunggulan :
Mampu menjaga stabilitas moneter dengan lebih baik dan neraca pembayaran suatu negara.
Adanya aktifitas MD/MS dalam pasar valuta berdasarkan kurs indikasi akan mampu menstabilkan nilai tukar dengan lebih baik sesuai dengan kondisi ekonomi yang terjadi.
Devisa yang diperlukan tidak sebesar pada nilai tukar tetap.
Mampu memadukan sistem tetap dan mengambang.
 Kelemahan :
Devisa harus selalu tersedia dan siap diguankan sewaktu-waktu.
Persaingan yang ketat antara pemerintah dan spekualan dalam memprediksi dan menetapkan kurs.
Tidak selamanya mampu mengatasi neraca pembayaran.
 Selisih kurs yang terjadi dalam pasar valuta akan mengurangi devisa karena memakai devisa untuk menutupi selisihnya.
 Penerapannya di Indonesia

 Sistem nilai tukar mengambang terkendali di Indonesia ditetapkan bersamaan dengan kebijakan devaluasi Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33 %. Pada sistem ini nilai tukar Rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang (basket currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Dengan sistem tersebut, Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah, maka Bank Indonesia melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah spread (Teguh Triyono, 2005).
 Pada saat sistem nilai tukar mengambang terkendali diterapkan di Indonesia, nilai tukar Rupiah dari tahun ke tahunnya terus mengalami depresiasi terhadap US Dollar. Nilai tukar Rupiah berubah-ubah antara Rp 644/US Dollar sampai Rp 2.383/US Dollar. Dengan perkataan lain, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar cenderung tidak pasti.

 3. Kurs Mengambang Bebas (Free Floating Rate)
 Kurs mengambang bebas merupakan suatu sistem ekonomi yang ditujukan bagi suatu negara yang sistem perekonomiannya sudah mapan. Sistim nilai tukar ini akan menyerahkan sleuruhnya kepada pasar untuk mencapai kondisi equilibrium yang sesuai dengan kondisi internal dan eksternal. Jadi dalam sistem nilai tukar ini hampir tidak ada campur tangan pemerintah.

 Keunggulan :
Cadangan devisa lebih aman.
Persaingan pasar ekspor-impor sesuai dengan mekanisme pasar.
Kondisi ekonomi negara lain tidak akan berpengaruh besar terhadap kondisi ekonomi dalam negeri.
Masalah neraca pembayaran dapat diminimalisir.
Tidak ada batasan valas.
Equilibrium pasar uang.
 Kelemahan :
 Praktik spekulasi semakin bebas.
Penerapan sistem ini terbatas pada negara yang sistim perekonomiannya mapan, masih kurang teapt untuk negara berkembang.
Tidak adanya intervensi pemerintah untuk menjaga harga.
 Penerapannya di Indonesia

 Indonesia mulai menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas pada periode 1997 hingga sekarang. Sejak pertengahan Juli 1997, Rupiah mengalami tekanan yang mengakibatkan semakin melemahnya nilai Rupiah terhadap US Dollar. Tekanan tersebut diakibatkan oleh adanya currency turmoil yang melanda Thailand dan menyebar ke negara-negara ASEAN termasuk Indonesia. Untuk mengatasi tekanan tersebut, Bank Indonesia melakukan intervensi baik melalui spot exchange rate (kurs langsung) maupun forward exchange rate (kurs berjangka) dan untuk sementara dapat menstabilkan nilai tukar Rupiah. Namun untuk selanjutnya tekanan terhadap depresiasi Rupiah semakin meningkat.
 Oleh karena itu dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang, pada tanggal 14 Agustus 1997, Bank Indonesia memutuskan untuk menghapus rentang intervensi sehingga nilai tukar Rupiah dibiarkan mengikuti mekanisme pasar.

Sumber                    :


Sunday, June 2, 2013

Pengertian dan Dampak Inflasi ,Overstatement

 
Pengertian Inflasi dan Overstatement
                Inflasi merupakan proses kenaikan harga-harga umum secara terus menerus. Inflasi akan mengakibatkan menurunnya daya beli masyrakat, karena secara riil tingkat pendapatannya menurun. Misalnya, besarnya inflasi pada tahun yang bersangkutan naik sebesar 7 %, sementara pendapatan tetap , hal itu berarti secara riil pendapatan mengalami penurunan sebesar 7 % yang relative akan menurunkan daya beli sebesar 5%. Overstatement adalah pernyataan yang berlebih-lebihan. Overstatement di bidang ekonomi contohnya dalam penyesuaian inflasi terhadap harga pokok penjualan dan beban depresiasi yang dirancang untuk menentukan laba, seperti dilaporkan agar tidak terjadi overstatement laba. Meskipun begitu akibat hubungan negatif antara inflasi lokal dan nilai valuta, perubahan kurs antara laporan keuangan baru dengan laporan keuangan yang lain yang berurutan, yang umumnya diakibatkan oleh inflasi (paling tidak selama satu periode tertentu), akan menyebabkan perusahaan merefleksikan paling tidak sebagian dampak inflasi (yaitu, penyesuaian-penyesuaian ganda, kerugian translasi yang telah tercermin dalam laba seperti dilaporkan sebuah perusahaan harus diperhitungkan sebagai bagian dari penyesuaian inflasi.

Penggolongan  Inflasi


                Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :
  1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
  2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
  3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
  4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)

Dampak Inflasi bagi masyarakat

1. Dampak Inflasi terhadap Pendapatan

                Inflasi dapat mengubah pendapatan masyarakat. Perubahan dapat bersifat menguntungkan atau merugikan. Pada beberapa kondisi (kondisi inflasi lunak), inflasi dapat mendorong perkembangan ekonomi. Inflasi apat mendorong pengusaha untuk memperluas produksinya . Namun bagi masyarakat berpenghasilan tetap akan menyebabkan mereka rugi karena penghasilan yang tetap itu jika ditukarkan dengan barang dan jasa akan semakin sedikit.

2. Dampak Inflasi terhadap Ekspor

                Pada keadaan inflasi daya saing untuk barang ekspor berkurang . Berkurang nya daya saing terjadi  karena  harga barang ekspor semakin mahal. Inflasi dapat menyulitkan para eksportir dan Negara. Negara mengalami kerugian karena daya saing barang ekspor berkurang, yang mengakibatkan jumlah penjualan berkurang . Devisa yang diperoleh juga semakin kecil.

3. Dampak Inflasi terhadap Minat Orang untuk Menabung

                Pada masa inflasi, pendapatan riil para penabung berkurang karena jumlah bunga yang diterima pada kenyataanya berkurang karena laju inflasi.

4. Dampak Inflasi terhadap Kalkulasi Harga pokok

                Keadaan inflasi menyebabkan perhitungan untuk menetapkan harga pokok dapat terlalu kecil atau bahkan terlalu besar. Oleh karena persentase dari inflasi tidak teratur .

Cara Mengatasi Terjadinya Inflasi

1. Kebijakan Moneter

                Kebijakan moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar. Penyebab inflasi diantara jumlah uang yang beredar terlalu banyak sehingga dengan kebijakan ini diharapkan jumlah uang yang beredar dapat dikurangi menuju kondisi normal.
Kebijakan moneter dapat dilakukan melalui instrument-instrumen berikut:
• Politik diskoto (Politik uang ketat): bank menaikkan suku bunga sehingga jumlah uang yang beredar dapat dikurangi.Kebijakan diskonto dilakukan dengan menaikkan tingkat bunga sehingga mengurangi keinginan badan-badan pemberi kredit untuk mengeluarkan pinjaman guna memenuhi permintaan pinjaman dari masyarakat. Akibatnya, jumlah kredit yang dikeluarkan oleh badan-badan kredit akan berkurang, yang pada akhirnya mengurangi tekanan inflasi.
• Politik pasar terbuka: bank sentral menjual obligasi atau surat berharga ke pasar modal untuk menyerap uang dari masyarakat dan dengan menjual surat berharga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar sehingga jumlah uang beredar dapat dikurangi dan laju inflasi dapat lebih rendah.Operasi pasar terbuka (open market operation), biasa disebut dengan kebijakan uang ketat (tight money policy), dilakukan dengan menjual surat-surat berharga, seperti obligasi negara, kepada masyarakat dan bank-bank. Akibatnya, jumlah uang beredar di masyarakat dan pemberian kredit oleh badan-badan kredit (bank) berkurang, yang pada akhirnya dapat mengurangi tekanan inflasi.
• Peningkatan cash ratio:Kebijakan persediaan kas artinya cadangan yang diwajibkan oleh Bank Sentral kepada bank-bank umum yang besarnya tergantung kepada keputusan dari bank sentral/pemerintah. Dengan jalan menaikan perbandingan antara uang yang beredar dengan uang yang mengendap di dalam kas mengakibatkan kemampuan bank untuk menciptakan kredit berkurang sehingga jumlah uang yang beredar akan berkurang. Menaikkan cadangan uang kas yang ada di bank sehingga jumlah uang bank yang dapat dipinjamkan kepada debitur/masyarakat menjadi berkurang. Hal ini berarti dapat mengurangi jumlah uang yang beredar.

2. Kebijakan Fiskal

                Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang berhubugan dengan finansial pemerintah. Kebijakan fiskal dapat dilakukan melalui instrument berikut:
• Mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah, sehingga pengeluaran keseluruhan dalam perekonomian bisa dikendalikan. Pemerintah tidak menambah pengeluarannya agar anggaran tidak defisit.
• Menaikkan pajak. Dengan menaikkan pajak, konsumen akan mengurangi jumlah konsumsinya karena sebagian pendapatannya untuk membayar pajak. Dan juga akan mengakibatkan penerimaan uang masyarakat berkurang dan ini berpengaruh pada daya beli masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan akan barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya berkurang.

3. Kebijakan Non Moneter

                Kebijakan nom moneter adalah kebijakan yang tidak berhubungan dengan finansial pemerintah maupun jumla uang yang beredar, cara ini merupakan langkah alternatif untuk mengatasi inflasi. Kebijakan non moneter dapat dilakukan melalui instrument berikut:
• Mendorong agar pengusaha menaikkan hasil produksinya.
Cara ini cukup efektif mengingat inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah barang konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu pemerintah membuat prioritas produksi atau memberi bantuan (subsidi) kepada sektor produksi bahan bakar, produksi beras.
• Menekan tingkat upah.
tidak lain merupakan upaya menstabilkan upah/gaji, dalam pengertian bahwa upah tidak sering dinaikan karena kenaikan yang relatif sering dilakukan akan dapat meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.
• Pemerintah melakukan pengawasan harga dan sekaligus menetapkan harga maksimal.
• Pemerintah melakukan distribusi secara langsung.
Dimaksudkan agar harga tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti yang dilakukan pemerintah dalam menetapkan harga tertinggi (harga eceran tertinggi/HET). Pengendalian harga yang baik tidak akan berhasil tanpa ada pengawasan. Pengawasan yang tidak baik biasanya akan menimbulkan pasar gelap. Untuk menghindari pasar gelap maka distribusi barang harus dapat dilakukan dengan lancar, seperti yang dilakukan pemerintah melalui Bulog atau KUD.
• Penanggulangan inflasi yang sangat parah (hyper inflation) ditempuh dengan cara melakukan sneering (pemotongan nilai mata uang).Sanering berasal dari bahasa Belanda yang berarti penyehatan, pembersihan, reorganisasi. Kebijakan sanering antara lain:
·        Penurunan nilai uang
·        Pembekuan sebagian simpanan pada bank – bank dengan ketentuan bahwa simpanan yang dibekukan akan diganti menjadi simpanan jangka panjang oleh pemerintah.
Senering ini pernah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1960-an pada saat inflasi mencapai 650%. Pemerintah memotong nilai mata uang pecahan Rp. 1.000,00 menjadi Rp. 1,00.
• Kebijakan yang berkaitan dengan output. Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga.
• Kebijakan penentuan harga dan indexing. Ini dilakukan dengan penentuan ceiling price.
• Devaluasi adalah penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri. Jika hal tersebut terjadi biasanya pemerintah melakukan intervensi agar nilai mata uang dalam negeri tetap stabil. Istilah devaluasi lebih sering dikaitkan dengan menurunnya nilai uang satu negara terhadap nilai mata uang asing. Devaluasi juga merujuk kepada kebijakan pemerintah menurunkan nilai mata uang sendiri terhadap mata uang asing.

Sejarah Inflasi dan Dampaknya di Indonesia
                Sejarah inflasi di Indonesia antara tahun 1950-2002 dalam pemaparan Akhtar Hossain antara lain dikelompokkan dalam 3 periode utama yakni:

1. Periode Soekarno, tingkat inflasi lebih dipengaruhi kepentingan politik dan pertumbuhan ekonomi seolah dikorbankan. Saat itu, pemerintahan lebih memilih mencetak uang terus menerus dan tanpa diikuti peningkatan produktivitas dan penciptaan lapangan kerja. Akibatnya di tahun 1965 tingkat inflasi menjadi sangat tinggi mencapai 162,9%. Bahkan dalam satu hari inflasi pernah mencapai 2 persen. Situasi itu mengakibatkan terjadinya kerusuhan di mana-mana dan bermuara pada kejatuhan Presiden Soekarno.

2. Era Soeharto, pembangunan ekonomi menjadi tujuan utama dengan penekanan pada upaya mencapai stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Di era ini, pemicu (trigger) yang mendorong pertumbuhan mengandalkan investasi, hasilnya bentuk pertumbuhan tetap moderat.

3. Sementara itu, pada periode setelah krisis, pembangunan ekonomi dinilainya hanya ditujukan untuk mencapai stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi yang digerakkan peningkatan daya beli masyarakat
Studi penyebab inflasi di Indonesia telah banyak dilakukan antara lain oleh Boorman (1975), Djiwandono (1980), Nasution (1983), Ahmad (1985), Ikhsan (1991). Namun pada umumnya dari studi diatas menunjukkan bahwa penyebab inflasi di Indonesia ada dua macam:, yaitu inflasi yang diimpor dan defisit dalam Anggaran Pemerintah Belanja Negara (APBN). Penyebab inflasi lainnya menurut Sadono Sukirno adalah kenaikan harga-harga yang diimpor, penambahan penawaran uang yang berlebihan tanpa diikuti oleh pertambahan produksi dan penawaran barang, serta terjadinya kekacauan politik dan ekonomi sebagai akibat pemerintahan yang kurang bertanggung jawab